Senin, 17 Agustus 2009

BAB 3 PROFESSIONAL ETHICS

BAB 3
PROFESSIONAL ETHICS

Ethics berasal dari kata Yunani yang berarti “character”. Kata lain dari ethics adalah morality, yang disebabkan karena kebiasaan/adat latin yang berarti “custom”. Morality memfokuskan pada benar (right) dan salah (wrong) dari perilaku manusia (human behavior), sedangkan ethics adalah kesepakatan tentang bagaimana perilaku seseorang terhadap sesama.
 
GENERAL ETHICS
Ethical dilemma muncul karena adanya perbedaan pandangan, karena baik untuk satu sisi yang disebabkan oleh suatu pilihan, tetapi belum tentu baik untuk sisi yang lainnya. 
General ethics berusaha untuk menjawab pertanyaan tentang arti baik bagi tiap individu dan lingkungan, dan mencoba untuk menetapkan kewajiban dasar/standar yang harus dipenuhi dan disepakati oleh masyarakat umum.
Para filsuf terbagi menjadi dua kelompok yaitu: ethical absolutists; yang tetap mempertahankan standar universal karena beranggapan bahwa tidak dapat berubah dan wajib dilakukan oleh setiap orang, sedangkan group yang lain adalah ethical relativist; yang dipengaruhi oleh perubahan adat dan tradisi dari lingkungan tempat mereka tinggal.

Karena tidak ada standar yang baku atas kode etik, maka dapat dilakukan dengan membuat 6 tahapan kerangka kerja (six-step framework):
• Menghasilkan fakta yang relevan untuk membuat keputusan
• Mengidentifikasi ethical issues dari fakta
• Menentukan siapa yang akan dipengaruhi oleh suatu keputusan dan bagaimana
• Mengidentifikasi alternatif pembuat keputusan
• Mengidentifikasi konsekuensi untuk tiap-tiap alternative
• Memilih kode etik


PROFESSIONAL ETHICS 
menggambarkan komitmen profesi dengan ethical principles dan harus lebih dari sekedar prinsip-prinsip moral aturan yang ditetapkan. Komitment terhadap ethical behavior adalah elemen kunci yang memisahkan profesi dari lainnya, dan biasanya menjelaskan tentang standar perilaku baik idealistic dan practical.

CPA Vision Project berorientasi pada masa depan, dan bertumpu pada nilai-nilai layanan yang diberikan. Adapun proyek visi ini diidentifikasikan menjadi 5 kriteria yang harus dipenuhi oleh profesi akuntan yaitu: 
• Pendidikan berkelanjutan dan pembelajaran seumur hidup
• Kompetensi
• Integritas
• Selaras dengan isu-isu bisnis yang luas
• Objectivitas

KODE PERILAKU PROFESIONAL AICPA
AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) merupakan organisasi professional bertempat di Amerika yang menetapkan persyaratan professional bagi seorang akuntan public, menyelenggarakan penelitian dan menerbitkan bahan bacaaan dalam pelbagai bidang yang berkaitan dengan akuntansi, audit, konsultasi manajemen, dan perpajakan.
Pengaturan sendiri dan etika professional menjadi penting bagi profesi akuntan sehingga peraturan AICPA menetapkan perlunya dibentuk devisi atau Tim Etika Profesional. Misi dari tim ini adalah untuk: (a) mengembangkan dan menjaga standar etika dan secara efektif menegakkan standar-standar tersebut sehingga dapat dipastikan bahwa kepentingan masyarakat terlindungi; (b) meningkatkan kesadaran masyarakat akan nilai-nilai CPA, dan (c) menyediakan pedoman yang mutahir dan berkualitas sehingga para anggota mampu menjadi penyelia nilai utama dalam bidangnya.  

Misi dari Professional Ethics Division adalah:
• Standard settings → Mengembangkan dan menjaga standar etik dan secara efektif dalam menerapkan aturan yang standar untuk meyakinkan public dapat terproteksi
• Ethics enforcement → Meningkatkan kesadaran publik tentang keguaan/nilai dari CPA
• Technical inquiry services (“ethics hotline”) → Menyediakan secara teratur dan quality guidance.

KOMPOSISI KODE ETIK AICPA
AICPA Code of Professional Conduct dibagi menjadi empat komponen utama yaitu: 
• Principless, menjelaskan tentang prinsip dasar ethical conduct dan menyediakan framework untuk suatu aturan. 
• Rules of Conduct penetapan standar minimum atas acceptable conduct dalam kinerja pelayanan profesi.
• Interpretations of the Rules of Conduct , memberikan panduan tentang lingkup dan aturan spesifik yang dapat diterapkan.
• Ethical Rulings, mengindikasikan penerapan rules of conduct dan dapat menjelaskan secara factual. 

Kode perilaku professional:












Prinsip-prinsip etika:
1. Tanggungjawab. Dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai professional, akuntan harus mewujudkan kepekaaan professional dan pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka.
2. Kepentingan Masyarakat. Akuntan harus menerima kewajiban untuk melakukan tindakan yang mendahulukan kepentingan masyarakat, menghargai kepercayaan masyarakat, dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme
3. Integritas. Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat , karena seorang akuntan harus melaksanakan semua tanggungjawab professional dengan integritas yang tinggi.
4. Objektivitas dan Independensi. Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam melakukan tanggungjawab professional. Akuntan public harus bersikap independent dalam melakukan audit dan jasa atestasi.
5. Keseksamaan. Akuntan harus mematuhi standar teknis dan etika profesi, berusaha keras untuk terus meningkatkan kompetensi dan mutu jasa, dan melaksanakan tanggungjawab professional dengan kemampuan terbaik.
6. Lingkup dan Sifat Jasa. Dalam menjalankan praktik sebagai akuntan publik harus mematuhi prinsip-prinsip perilaku professional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan.

DEFINISI KODE ETIK
Kode etik ditulis dalam bahasa teknis. Oleh karena itu penting sekali untuk mengetahui definisi kode etik (code definitions) berikut ini guna memahami penerapan prinsip-prinsip kode dan peraturan.

Klien (Client); Setiap orang atau entitas, selain pegawai anggota CPA yang menugaskan anggota atau kantor anggota CPA untuk melaksanakan jasa professional bagi perorangan atau entitas yang akan menerima jasa professional tersebut. Dewan (Council); Dewan yang berada dalam lembaga AICPA. Perusahaan (Enterprise) Sinonim dengan istilah “klien”.
Kantor Akuntan Publik (Firm); Bentuk organisasi yang diizinkan oleh undang-undang Negara bagian atau peraturan yang memiliki karakteristik sesuai dengan keputusan dewan dalam melaksanakan praktik akuntan publik, termasuk badan usaha milik perorangan. Status keanggotaan (Holding Out); Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang anggota yang menginformasikan statusnya sebagai CPA atau spesialis AICPA yang terakreditasi. Institut (Institute); AICPA itu sendiri sebagai kelembagaan.
Anggota (Member); Seorang anggota, anggota asosiasi, atau asosiasi internasional dari AICPA.
Praktik akuntan public (Practice of public accounting). Pemberian jasa professional berupa jasa akuntansi yang tedaftar sebagai pemegang CPA atau spesialis AICPA yang terakreditasi sesuai dengan standar yang diumumkan oleh badan yang ditunjuk oleh dewan. Akan tetapi seorang anggota pemegang CPA atau kantor akuntan public tidak diperkenankan untuk melakukan praktek akuntansi public apabila seorang anggota atau KAP pemegang CPA tersebut memang tidak memberikan jasa professional.
Jasa professional (Professional Service). Semua jasa yang dilaksanakan oleh seorang CPA yang masih berstatus sebagai pemegang CPA.

Peraturan Perilaku:
 
 Diterapkan kepada
Seksi/Peraturan Semua CPA CPA yang publik
Seksi 100 Independensi, Integritas, dan Objektivitas  
 101 Independensi √
 102 Integritas dan Objektivitas √ 
Seksi 200 Standar Umum dan Prinsip Akuntansi  
 201 Standar Umumm √ 
 202 Kepatuhan terhadap Standar √ 
 203 Prinsip-Prinsip akuntansi √ 
Seksi 300 Tanggung Jawab kepada klien  
 301 Informasi rahasisa klien √
 302 Honor kontinjen √
Seksi 400 Tanggung jawab kepada kolega  
Seksi 500 Tanggung Jawab dan Praktik lainnya  
 501 Tindakan yang mendiskreditkan √ 
 502 Periklanan dan bentuk solisitasi lainnya √
 503 Komisi dan Honor Referal √
 505 Bentuk Organisasi dan Nama √

BAB 4
AUDITOR’S LEGAL LIABILITY

LIABILITY TO CLIENTS
Akuntan berhubungan secara langsung dengan klien. Dalam kesepakatan tersebut menjelaskan tentang pelayanan yang akan diperoleh klien, dan harus bekerja secara independen tanpa dipengaruhi oleh pihak manapun termasuk klien tersebut. Dalam melakukan audit, harus sesuai dengan aturan standar professional seperti GAAS (Generally Accepted Auditing Standard).

Independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak di dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan dan penyusunan laporan audit.
Audit di rancang untuk memberikan keyakinan memadai atas pendeteksian salah saji yang materal dalam laporan kuangan. Selanjutnya audit harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sikap skeptisme professional dalam semua aspek penugasan. Seorang auditor tidak boleh menganggap bahwa manajemen tidak jujur, tetapi kemungkinan tersebut harus dipertimbangkan.

Konsep keyakinan memadai menunjukkan bahwa auditor bukan seorang penjamin kebenaran laporan keuangan. Auditor bertanggungjawab untuk memastikan bahwa semua asersi di dalam laporan keuangan adalah benar, persyaratan untuk mendapatkan bahan bukti dan biaya pelaksanaan audit akan naik sampai tingkat di mana audit tersebut tidak layak dengan melakukan pembelaan yakni proses audit telah dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku umum..

HUKUM KONTRAK (CONTRACT LAW)
Auditor dapat di dikenakan oleh klien pemutusan kontrak (breach of contract) apabila:
• Issue laporan standar audit tidak dapat dibuat oleh auditor sesuai dengan GAAS.
• Tidak dapat menyelesaikan laporan audit/tidak mengirimkan secara tepat waktu.
• Melanggar aturan atas kerahasiaan data klien.
 
HUKUM KERUGIAN (TORT LAW)
Auditor juga dapat di putus kontra melalui under tort law. Tort action berarti seorang auditor secara meyakinkan melakukan perusakan terhadap property/kekayaan seseorang, badan(body), atau reputasi. Tindakan merugikan dapat di sebabkan oleh:
• Ordinary negligence/Kelalaian yang biasa yaitu kelalaian untuk menerapkan tingkat kecermatan yang biasa dilakukan secara wajar oleh orang lain dalam kondisi yang sama. Gagal untuk menjelaskan
• Gross negligence/Kelalaian Kotor. Yaitu kelalaian untuk menerapkan tingkat kecermatan yang paling ringan pada suatu kondisi tertentu.
• Fraud/Kecurangan. Penipuan yang dilakukan dengan sengaja/direncanakan.

KEWAJIBAN KEPADA PIHAK KETIGA
Kewajiban auditor kepada pihak ketiga menurut common law merupakan hal yang penting dalam setiap pembahasan tentang kewajiban hukum auditor. Pihak ketiga dapat didefinisikan sebagai seseorang yang tidak mengetahui tentang pihak-pihak yang ada di dalam kontrak.
Menurut sudut pandang hukum, dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (1). Pemegang hak utama, dan (2). Pemegang hak lainnya. 
Pemegang hak utama (Primary beneficiary) adalah seseorang yang namanya telah diketahui oleh seorang auditor sebelum audit dilaksanakan sebagai penerima utama laporan auditor. Pemegang hak lainnya (other beneficiaries) adalah pihak ketiga yang namanya tidak disebutkan seperti para kreditor, pemegang saham dan investor potensial. Auditor bertanggung jawab kepada semua pihak ketiga atas semua kelalaian kotor dan kecurangan menurut hokum kerugian (tort law).

PEMBELAAN DALAM COMMON LAW
Pembelaan berdasarkan kecermatan (due care defence), auditor harus berusaha membuktikan bahwa audit tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan GAAS. Kertas kerja auditor merupakan alat bukti yang penting dalam pembelaan, dan meyakinkan dalam sidang pengadilan bahwa pada dasarnya dalam proses audit terdapat batasan-batasan yang bersifat melekat.

KEWAJIBAN MENURUT UNDANG-UNDANG SEKURITAS
Tergolong sebagai hukum Negara (Statutory law) yang ditetapkan oleh lembaga legislative pada tingkat Negara bagian atau federal

KEWAJIBAN PROPOERSIONAL
Reform Act ini memperkenalkan dan memulai suatu system kewajiban proporsional (propoertionate liability) dimana seorang tergugat yang tidak mengetahui tindak pelanggaran” atas hukum sekuritas tetap bertanggungjawab berdasarkan suatu persentase tangungjawab. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi tekanan paksa bagi para pihak yang tidak bersalah untuk menyelesaikan gugatan yang tidak terlampau berat di luar pengadilan.

MENUTUP KERUGIAN AKTUAL
Reform Act juga menutup kerugian actual yang timbul menurut undang-undan sekuritas berdasarkan harga pembelian investor atas sebuah sekuritas dan harga perdagangan rata-rata selama periode 90 hari setelah tanggal informasi diterbitkan yang mengoreksi adanya salah saji dan pengabaian dalam laporan keuangan.
BAB 5
OVERVIEW OF THE FINANCIAL STATEMENT AUDIT

Tujuan utama dari audit laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan keuangan klien telah menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP).  

Seorang auditor harus dapat membagi audit atas saldo akun utama dan golongan transaksi, dan kemudian audit atas asersi laporan keuangan untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi. Selanjutnya membuat keputusan perencanaan yang penting tentang apa yang dianggap material bagi laporan keuangan, dan resiko audit atas salah saji. Auditor juga menjelaskan jasa bernilai tambah yang mungkin bermanfaat bagi manajemen dan dewan direksi dan mengkomunikasikan atas temuan-temuan audit, memberikan pernyataan pendapat atas laporan keuangan kepada dewan direksi, manajemen dan komite audit.

Adapun gambaran umum audit laporan keuangan dapat di gambarkan sebagai berikut:


















Sumber: Boynton & Johnson, “Modern Auditing”, edisi ke-8, penerbit John Wiley & Sons, 2006, halaman 184.

Mengembangkan harapan atas laporan keuangan (developing expectations of financial statements) melibatkan penggunaan pengetahuan tentang kinerja bisnis untuk mengembangkan harapan atas jumlah yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
Seorang auditor juga harus memahami masalah sistem informasi (information system issue) dalam industri dan bisnis, sebagai contoh pertukaran data electronic dalam suatu entitas dan bagaimana pengendalian intern yang dibutuhkan bagi perusahaan.

 

Gambar: Kerangka Proses Audit
Sumber: Boynton & Johnson, “Modern Auditing”, edisi ke-8, penerbit John Wiley & Sons, 2006, halaman 186.



Gambaran proses audit dibagi menjadi enam tahap seperti pada gambar di atas, yaitu:
Tahap I. Menjalankan risiko asersi prosedur.  
Dalam tahap ini terbagi menjadi:
Langkah 1: Mengidentifikasi asersi laporan keuangan yang relevan.
Hal yang harus dilakukan dalam audit adalah mengidentifikasi sejumlah tujuan audit yang spesifik dari asersi yang dibuat oleh manajemen atas setiap akun yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Adapun terbagi menjadi lima kategori asersi laporan keuangan yaitu:
• Keberadaan atau keterjadian (existence or occurrence). Berkaitan dengan apakah aktiva atau kewajiban entitas memang ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat benar terjadi selama periode tersebut untuk menghindari kecenderungan lebih saji (overstatement).
• Kelengkapan (completeness). Berkaitan dengan apakah semua transaksi dan akun yang harus disajikan dalam laporan keuangan telah tercantum secara lengkap untuk menghindari kecenderungan kurang saji (understatement).
• Hak dan kewajiban (rights and obligations). Berkaitan dengan apakah aktiva telah menjadi hak entitas dan hutang memang telah menjadi kewajiban entitas pada suatu tanggal tertentu.
• Penilaian atau alokasi (valuation or allocation). Berkaitan dengan komponen aktiva, kewajiban, pendapatan, dan beban telah dicantumkan dalam laporan keuangan dengan jumlah yang semestinya.
• Penyajian dan pengungkapan (presentation and disclosure). Berkaitan dengan komponen tertentu dari laporan keuangan telah digolongkan, diuraikan dan diungkapkan dengan jelas. Pengumpulan bukti yang dilakukan oleh auditor digunakan untuk mengevaluasi asersi manajemen bagi setiap saldo akun yang material dalam kelompok transaksi.
Langkah 2: Memahami tentang bisnis dan lingkungan bisnis perusahaan.  
Seorang auditor harus memahami :
• Lingkup industry, peraturan-peraturan lingkungan, dan faktor eksternal lainnya.
• Sifat perusahaan, termasuk kebijakan-kebijakan akuntansi
• Tujuan, strategis, dan risiko bisnis terkait yang dinyatakan tidak material.
• Manajemen dan hasil kinerja keuangan perusahaan
Langkah 3: Membuat keputusan mengenai materialitas.
Konsep materialitas dapat mempengaruhi proses audit, karena auditor membuat pertimbangan awal mengenai materialitas, sementara auditor membuat perikatan untuk membuat keputusan penting tentang lingkup audit. Meterialitas merupakan konsep penting yang akan menjadi pedoman auditor dalam menentukan lingkup pekerjaan audit. Untuk menemukan pengabaian ataupun salah saji yang bersama-sama berpotensi mencapai suatu jumlah yang akan mempengaruhi para pengguna laporan keuangan. Konsep materialitas ini juga menjadi pedoman auditor ketika mengevaluasi temuan audit.
Langkah 4: Menjalankan prosedur analisis.
Prosedur analisis adalah mengevaluasi informasi keuangan yang dijadikan bahan dari hubungan antara data keuangan dan data non keuangan. Selain itu, prosedur analisis digunakan untuk mengidentifikasi potensi dari kemungkinan salah saji laporan keuangan.
Langkah 5: Mengidentifikasi risiko atas kemungkinan terjadinya salah saji yang material, termasuk risiko kecurangan.
Untuk mengidentifikasi risiko atas kemungkinan terjadinya salah saji yang material digunakan komponen risiko audit yang terdiri dari risiko bawaan, risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Selain itu, digunakan juga risiko kecurangan.
Langkah 6: Mengembangkan persiapan strategi audit
Dalam tahap ini auditor membuat keputusan sementara tentang komponen atas model dari resiko audit dan pengembangan strategi awal berdasarkan dari bukti-bukti yang telah dikumpulkan.
Langkah 7: Memahami pengendalian internal
Auditor memahami pengendalian internal untuk :
• Mengidentifikasi tipe-tipe dari potensi salah saji
• Memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi risiko atas salah saji yang materialitas
• Mendesain prosedur, ketepatan waktu, dan proses audit selanjutnya.

Tahap II. Memahami risiko dari salah saji yang material.
Hasil kesimpulan dari tahap I, seorang auditor harus mengidentifikasi berbagai resiko salah saji yang material dan mempertimbangkan:
1. Faktor resiko potensial yang terkait dengan salah saji laporan keuangan, juga pada tingkat laporan keuangan atau tingkat assersi.
2. Menentukan besarnya resiko yang akan ditimbulkan dari salah saji yang material di dalam laporan keuangan.
3. Menentukan kemungkinan resiko yang ditimbulkan dari salah saji yang material.
4. Menentukan resiko signifikan bawaan yang timbul.

Tahap III. Merespon resiko yang ditimbulkan
Setelah auditor mengidentifikasi resiko yang mungkin timbul dari hasil salah saji yang material, auditor harus merespon dan mengatur dengan tepat, dan memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan agar bebas dari salah saji. Respon atas resiko yang ditimbulkan termasuk keputusan tentang:
• Staffing dan Supervisi
• Pengujian audit. Ada 3 tipe prosedur audit:
o Risiko prosedur penilaian
o Pengujian pengendalian
o Pengujian substantif

Tahap IV. Melaksanakan prosedur audit lanjutan
1. Resiko lanjutan prosedur penilaian. Umumnya tanggungjawab auditor adalah menilai resiko dari salah saji yang material. Proses pengujian atas control yang dilakukan memerlukan penyertaan bukti dan diperlukan sistem pengendalian intern. 
2. Pengujian pengendalian. Bertujuan untuk melihat efektifitas dari operasional.
3. Pengujian substantif:
a. Prosedur analisis.
b. Pengujian terinci atas transaksi.
c. Pengujian terinci atas saldo.

Tahap V. Mengevaluasi bukti audit

Tahapan lanjutan yang dilakukan oleh auditor setelah mengumpulkan barang bukti dan melaksanakan prosedur audit lanjutan adalah;
1. Mengevaluasi kembali risiko prosedur asersi
2. Menetapkan temuan-temuan yang signifikan
3. Kesimpulan formulir dan dokumen

Tahap VI. Mengkomunikasikan temuan-temuan audit
Elemen terakhir yang dilakukan oleh auditor adalah memberikan opini yang disampaikan kepada manajemen atau pengguna audit.
1. Opini auditor atas laporan keuangan melalui laporan audit.
2. Mengkomunikasikan hasil audit lainnya yang diminta oleh pihak manajemen dan board of directors.
3. Mengkomunikasikan hasil temuan dari proses audit.




 
BAB 6
AUDIT EVIDENCE

Bukti audit adalah semua informasi yang digunakan oleh auditor dalam pembuatan kesimpulan (opini) dibuat. Bukti audit termasuk di dalamnya adalah: (1). catatan akuntansi yang menghasilkan laporan keuangan, dan (2). Informasi lainnya yang berhubungan/terkait dengan catatan akuntansi dan pendukung alasan logis dari auditor tentang laporan keuangan yang layak. Untuk itu, auditor harus memperoleh bahan bukti audit yang cukup dan kompeten sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat.

Terdapat lima asersi manajemen yang di jelaskan dalam GAAS (Generally Accepted Auditing Standard), yaitu:
1. Eksistensi atau keterjadian (Existence or Occurrence)
2. Kelengkapan (Completeness)
3. Hak dan Kewajiban (Rights and Obligations)
4. Penilaian atau alokasi (Valuation or Allocation)
5. Penyajian dan pengungkapan (Presentation dan Disclosure)

Adapun tujuan dari audit secara spesifik dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Tujuan audit berkait-transaksi. Dimaksudkan untuk berfungsi sebagai kerangka kerja bagi auditor dalam mengumpulkan bahan bukti kompeten yang cukup dibutuhkan oleh standar pekerjaan lapangan dan memutuskan bahan bukti yang pantas untuk dikumpulkan sesuai dengan penugasan. Ada 5 tujuan audit yaitu:
• Eksistensi. Tujuan ini berkenaan dengan apakah transaksi yang tercatat memang secara aktual terjadi
• Kelengkapan. Tujuan ini menyangkut apakah seluruh transaksi yang seharusnya ada dalam jurnal secara aktual telah dimasukkan. Tujuan eksistensi dan kelengkapan mempunyai penekanan yang berlawanan, sebab eksistensi berkaitan dengan lebih saji (overstatement) dengankan kelengkapan berkaitan dengan kurang saji (understatement).
• Akurasi. Tujuan ini menyangkut keakuratan informasi untuk transaksi akuntansi tercatat dengan nilai yang benar.
• Cut-off. Tujuan ini untuk mencatat transaksi ke dalam periode akuntansi yang benar.
• Klasifikasi. Tujuan ini untuk mencatat semua transaksi sesuai dengan kelompok dan golongan yang tepat.

2. Tujuan audit berkait-saldo. Tujuan dari audit berkait saldo diterapkan kepada saldo akun, sedangkan tujuan audit berkait transaksi diterapkan kepada jenis atau golongan transaksi. Tujuan audit berkait-saldo terbagi menjadi:
• Eksistensi. Tujuan ini menyangkut apakah angka-angka yang dimasukkan dalam laporan keuangan memang seharusnya dimasukkan.
• Kelengkapan. Tujuan ini menyangkut apakah semua angka-angka yang seharusnya dimasukkan memang diikutsertakan secara lengkap.
• Hak dan Kewajiban. Aktiva harus dimiliki sebelum dapat diterima untuk dicantumkan dalam laporan keuangan, demikian pula dengan kewajiban harus menjadi milik suatu entitas. Hak biasanya berhubungan dengan aktiva dan kewajiban dengan hutang.
• Penilaian atau alokasi. Pengklasifikasian dan penilaian terhadap pos-pos sesuai dengan alokasi yang tercatat secara akurat sesuai dengan pisah batas dan realisasi.

3. Pengungkapan tujuan audit. Tujuan ini terbagi menjadi:
• Eksistensi dan Hak & Kewajiban.  
• Kelengkapan
• Klasifikasi dan dapat dimengerti.
• Akurat dan Penilaian.

Materialitas; Pernyataan konsep FASB No. 2 mendefinisikan materialitas (materiality) sebagai “ besarnya pengabaian atau salah saji informasi akuntansi yang dalam kaitannya dengan kondisi di sekitarnya, akan memungkinkan pertimbangan pihak yang berkepentingan yang mengandalkan infomrasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh pengabaian atau salah saji tersebut.

Laporan audit standar menjelaskan bahwa audit dirancang untuk memperoleh keyakinan yang memadai (bukan absolut) bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material.

PROSEDUR AUDIT

Prosedur audit (audit procedures) adalah metode atau teknik yang digunakan oleh para auditor untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang mencukupi dan kompeten. Adapun jenis-jenis prosedur audit adalah:
• Inspeksi dokumen dan catatan (inspection of documents and records). Terbagi menjadi 2:
o Pemeriksaan bukti pendukung (vouching) meliputi: (1) Pemilihan ayat jurnal dalam catatan akuntansi (2) mendapatkan serta memeriksa dokumentasi yang digunakan sebagai dasar ayat jurnal tersebut untuk menentukan validitas dan ketelitian pencatatan akuntansi. Prosedur vouching digunakan untuk mendeteksi adanya salah saji berupa penyajian yang lebih tinggi dari seharusnya dalam catatan akuntansi.
o Penelurusan (tracing) yang sering disebut sebagai penelusuran ulang, auditor (1) memilih dokumen yang dibuat pada saat transaksi dilaksanakan (2) menentukan bahwa informasi yang diberikan oleh dokumen tersebut telah dicatat dengan benar dalam catatan akuntansi (jurnal dan buku besar). Arah pengujian ini berawal dari dokumen menuju ke catatan akuntansi.
• Inspeksi aktiva berwujud (inspection of tangible assets) meliputi pemeriksaan rinci terhadap dokumen dan catatan, serta pemeriksaan sumberdaya berwujud. Dengan melakukan inspeksi atas dokuen, auditor dapat menetukan ketepatan persyaratan dalam faktur atau kontrak yang memerlukan pengujian atas transaksi akuntansi tersebut.
• Pengamatan (observtion) berkaitan dengan memperhatikan pelaksanaan beberapa kegiatan atau proses yang bertujuan untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian intern.
• Permintaan keterangan (Inquiry) meliputi permintaan keterangan secara lisan atau tertulis oleh auditor, umumnya berupa pertanyaan yang timbul setelah dilaksanakannya prosedur analitis kepada manajemen atau karyawan dan meminta keterangan pada pihak ekstern seperti penasehat hukum.
• Konfirmasi (confirmations) adalah bentuk permintaan keterangan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi secara langsung dari sumber independen di luar organisasi klien (pihak ke 3).
• Perhitungan ulang (Recalculation). Memeriksa perhitungan matematika yang akurat atas dokumen atau catatan. Biasanya auditor menggunakan audit software dalam melakukan perhitungan ulang dan membandingkannya dengan catatan yang terdapat di buku besar.
• Pelaksanaan ulang (Reperformance). Perhitungan dan rekonsiliasi yang dibuat oleh klien dilakukan pengecekan dan di hitung ulang, untuk menentukan proses yang telah sesuai dengan pengendalian intern yang telah dirumuskan.
• Prosedur analitis (analytical procedures). Terdiri dari penelitian dan perbandingan hubungan antara data. Prosedur ini meliputi perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana, analisis vertikal atau laporan persentase, perbandingan jumlah yang sebenarnya dengan data historis atau anggaran. Seperti penggunaan model matematis dan statistik (analisis regresi).
• Teknik audit berbantuan komputer (Computer-assisted audit techniques/CAAT). Bila catatan akuntansi klien menggunakan media elektronik, maka auditor harus memeriksa prosedur analitis, mengevaluasi, memilih sampling transaksi dan mencoba data uji program klien untuk menentukan apakah pengendalian intern telah berfungsi.

PROGRAM AUDIT (AUDIT PROGRAM)

Standar audit yang berlaku umum menyatakan bahwa dalam merencanakan audit, auditor harus mempertimbangkan sifat, luas, dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan serta harus mempersiapkan suatu program audit tertulis untuk setiap audit. Program audit tersebut menyatakan bahwa prosedur audit yang diyakini oleh auditor merupakan hal yang penting untuk mencapai tujuan audit. Bentuk program audit akan sangat beragam tergantung pada kondisi audit, praktik, serta kebijakan kantor akuntan tersebut.

Maksud suatu program audit adalah untuk mengatur secara sistematis prosedur audit yang akan dilaksanakan selama audit berlangsung. Auditor menentukan tujuan audit spesifik yang telah dikembangkan berdasarkan asersi audit ketika mengembangkan program audit.

KERTAS KERJA (WORKING PAPERS)
Kertas kerja sebagai catatan yang disimpan oleh auditor tentang prosedur audit yang ditetapkan pengujian yang dilaksanakan, informasi yang diperoleh dan kesimpulan tentang masalah yang dicapai dalam audit. Adapun jenis kertas kerja meliputi:
• Kertas kerja neraca saldo/ merupakan kertas kerja yang paling penting di dalam audit. 
o Karena menjadi mata rantai penghubung antara akun buku besar klien dan item-item yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
o Memberikan dasar untuk pengendalian seluruh kertas kerja individual
o Mengidentifikasi kertas kerja spesifik yang memuat bukti audit bagi setiap item laporan keuangan. 
• Skedul dan analisis; digunakan secara bergantian untuk menggambarkan setiap kertas kerja yang memuat bukti yang mendukung item-item dalam kertas kerja neraca saldo. 
• Memoranda audit dan dokumentasi informasi penguat, merujuk pada data tertulis yang disusun oleh auditor dalam bentuk naratif. Memoranda meliputi komentar atas pelaksanaan prosedur audit yang meliputi (1) lingkup pekerjaan (2) temuan-temuan (3) kesimpulan audit.
• Ayat jurnal penyesuaian dan reklasifikasi. Ayat jurnal penyesuaian merupakan koreksi atas kesalahan klien sebagai akibat pengabaian atau salah penerapan GAAP, sedangkan ayat jurnal reklasifikasi berkaitan dengan penyajian laporan keuangan yang benar dengan saldo akun yang sesuai.

 
BAB 7
ACCEPTING THE ENGAGEMENT AND PLANNING THE AUDIT

Terdapat 4 tahapan dalam audit (phases of an audit) yaitu:
• Menerima dan mempertahankan klien. Tahap awal dari audit laporan keuangan melibatkan suatu keputusan untuk menerima atau menolak kesempatan untuk menjadi auditor dari klien baru atau untuk melanjutkan sebagai auditor bagi klien yang sudah ada. Standar pengendalian mutu menyediakan petunjuk profesional berkenaan dengan keputusan untuk menerima dan melanjutkan klien dan perikatan, sejalan dengan standar umum dan standar pekerjaan lapangan dari standar auditing yang berlaku umum.
• Merencanakan audit. Memerlukan pengembangan suatu strategi audit untuk pelaksanaan audit dan penentuan lingkup audit. Perencanaan penting agar suatu perikatan audit berjalan dengan sukses baik standar umum dan standar pekerjaan lapangan yang menyediakan pedoman profesional berkenaan dengan perencanaan audit.
• Melaksanakan pengujian audit. Tahap ini juga disebut sebagai pelaksanaan pekerjaan lapangan (field work) karena pengujian biasanya dilakukan atas ijin klien. Tujuan utama adalah untuk memperoleh bukti audit mengenai kondisi ekonomi klien, efektivitas pengendalian intern, kewajaran laporan keuangan klien.
• Melaporkan temuan. Tahap akhir dari audit adalah pelaporan temuan-temuan. Elemen penting dari setiap audit adalah komunikasi mengenai temuan audit. Auditor membuat laporan kepada manajemen dan dewan direksi beserta temuan tentang pengendalian intern dan masalah lain yang memerlukan perhatian manajemen

MENGEVALUASI INTEGRITAS MANAJEMEN
Tujuan utama dari audit laporan keuangan adalah untuk memberikan suatu pendapat atas laporan keuangan manajemen. Jadi penting bagi auditor untuk menerima suatu perikatan audit hanya apabila terdapat keyakinan yang memadai bahwa manajemen klien dapat dipercaya. Bila manajemen kurang memiliki integritas , terdapat kemungkinan kekeliruan (error) yang material dan ketidakberesan (irregularities) akan terjadi dalam proses akuntansi di mana laporan keuangan dibuat.
* Berkomunikasi dengan auditor terdahulu.
Untuk klien yang pernah diaudit, pengetahuan mengenai manajemen klien yang diperoleh auditor terdahulu (predecessor auditor) merupakan informasi penting bagi auditor pengganti (successor auditor). Komunikasi dapat dilakukan tetapi harus seijin klien dan diminta untuk mengotorisasi auditor terdahulu untuk menjawab dengan lengkap pertanyaan auditor pengganti. Otorisasi diperlukan karena kode etik profesi melarang seorang auditor untuk mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh.
* Mengajukan pertanyaan kepada pihak ketiga lainnya.
Informasi mengenai integritas manajemen juga dapat diperoleh dari pihak lain yang memiliki pengetahuan di bidangnya seperti; pengacara, bankir dan pihak lain dalam komunitas keuangan dan bisnis yang berhubungan bisnis dengan calon klien.
* Me-review pengalaman masa lalu dengan klien yang telah ada.
Sebelum membuat keputusan untuk melanjutkan suatu perikatan dengan klien audit, auditor harus berhati-hati dalam mempertimbangkan pengalaman masa lalu dengan manajemen klien.

MENGIDENTIFIKASI KONDISI KHUSUS DAN RISIKO YANG TIDAK BIASA
Elemen penting dari audit melibatkan penilaian risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Akuntan publik juga menaruh perhatian terhadap resiko bisnis auditor (auditor’s business risk) jika dihubungkan dengan perusahaan yang memiliki masalah keuangan atau kelangsungan usaha, pihak yang dirugikan dapat menuntut keandalan laporan keuangan.
* Mengidentifikasi pemakai laporan yang telah diaudit.
Tanggung jawab hukum auditor atas audit bervariasi, tergantung pada pemakai laporan. Oleh karena itu auditor harus mempertimbangkan status badan hukum dari calon klien.
* Menilai stabilitas keuangan dan hukum calon klien.
Jika suatu entitas mengalami kesulitan hukum, maka perkara hukum sangat mungkin akan melibatkan auditor yang sering dianggap memiliki “deep pockets”. Oleh karena itu auditor harus mengidentifikasi calon klien yang memiliki risiko tinggi untuk di tuntut.

* Mengidentifikasi Pembatasan lingkup.
Ketika menerima suatu perikatan, seorang auditor harus mengevvaluasi apakah pembaasan lingkup audit meningkatkan risiko yang menyebabkan auditor tidak dapat menerbitkan pendapat.
* Mengevaluasi sistem pelaporan keuangan entitas dan kemampuan audit.
Seorang auditor harus mengevaluasi kondisi lain yang meningkatkan pertanyaan mengenai kemampuan audit atau auditabilitas calon klien. Dengan semakin bergantungnya perusahaan pada pemrosesan data elektronik auditor harus mempertimbangkan implikasi apakah bukti penguat tersedia dalam bentuk dokumen atau dalam bentuk elektronik, dimana auditor ragu dan khawatir tentang catatan akuntansi atau jejak audit, maka sebaiknya perikatan tersebut ditolak.

MENILAI KOMPETENSI UNTUK MELAKSANAKAN AUDIT
Standar umum pertama dari GAAS menyatakan; “ Audit dilaksanakan oleh seseorang atau orang-orang yang memiliki pelatihan teknis dan kecakapan yang memadai sebagai seorang auditor.

* Jasa yang diinginkan.
Kebanyakan klien memerlukan suatu audit juga memerlukan jasa tambahan. Oleh karena itu auditor dapat membuat rekomendasi tentang bagaimana meningkatkan kinerja bisnis setelah auditor memahami keadaan yang dibutuhkan oleh klien serta berusaha meningkatkan keahlian dalam sistem informasi dan pengendalian intern.
* Mengidentifikasi Tim audit
Penempatan staf audit sebagai suatu tim audit (audit team) dalam pengumpulan bukti diperlukan untuk pengendalian kualitas dari hasil audit. Umumnya tim audit terdiri dari:
• Seorang partner, yang memiliki baik tanggung jawab keseluruhan maupun tanggung jawab akhir untuk suatu perikatan.
• Satu atau lebih manajer, yang biasanya memiliki keahlian signifikan dalam industri dan yang mengkoordinasikan serta mengawasi pelaksanaan program audit.
• Satu atau lebih senior, yang mungkin memiliki tanggung jawab untuk merencanakan audit, melakukan bagian dari program audit dan mengawasi serta me-review pekerjaan asisten staf.
• Asisten staf, yang melakukan berbagai prosedur audit yang diperlukan.
* Mempertimbangkan kebutuhan untuk kosultasi dan spesialisasi
Dalam menentukan apakah akan menerima suatu perikatan, adalah lebih baik bagi seorang auditor untuk mempertimbangkan apakah akan menggunakan jasa konsultan dan spesiali untuk membantu tim audit dalam melakukan audit. Elemen pengendalian mutu mengenai konsultasi menyatakan bahwa perusahaan seharusnya mengadopsi kebijakan dan prosedur untuk menyediakan keyakinan yang memadai bahwa personel akan mencari bantuan hingga sejauh yang diperlukan.

MENGEVALUASI INDEPENDENSI
Standar umum kedua dari GAAS menyatakan: dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikam mental perlu dipertahankan oleh para auditor. Independensi dalam perikatan audit diwajibkan karena merupakan elemen dalam pengendalian mutu. Apabila persyaratan independensi tidak dapat dipenuhi, maka perikatan harus ditolak atau calon klien harus diberitahu dan tidak memberikan pendapat (disclaimer) atas laporan keuangan, guna terhindar dari konflik kepentingan.

KEPUTUSAN UNTUK MENERIMA ATAU MENOLAK AUDIT
Kondisi yang dapat menyebabkan KAP menarik diri dari suatu audit termasuk:
Kekhawatiran mengenai integritas manajemen atau penahanan bukti yang tampak selama audit.
Klien menolak untuk membenarkan salah saji material dalam laporan keuangan.
Klien tidak mengambil langkah yang tepat untuk memperbaiki kecurangan atau tindakan melawan hukum yang ditemukan selama Audit. 

MEMPERSIAPKAN SURAT PERIKATAN
Langkah akhir dari tahap penerimaan, merupakan praktek profesional yang baik untuk mentaati syarat-syarat dari setiap perikatan dalam surat perikatan (engagement letter).